Another Story of Ren Yeon Bab 3 Part 2


Seringkali Hidup Berjalan Tidak Seperti yang Kita Mau

Bab 3 Part 2

Senja hadir disertai cahaya jingga membias, teramat indah. Mentari rupanya sedang berkemas, untuk menenggelamkan diri di ufuk barat. Park Sang Wook menuntun sepeda gunungnya dari dalam garasi. Tak mau melewatkan suasana syahdu ini dengan mengurung di dalam rumah.

Dia mengayuh menyusuri sepanjang jalan pedesaan. Beberapa petani berjalan telanjang kaki, mereka baru saja hendak pulang dari kegiatan meladang. Wajah letih mereka berulas debu yang larut dalam bulir keringat. Cangkul dan sabit dipikul di pundak sebelah kiri. Keranjang besar berisi beberapa jenis hasil kebun dijinjing tangan sebelah kanan.

Park Sang Wook menyempatkan diri untuk mampir sejenak di depan sebuah rumah mungil. Dia menghentikan sepeda. Kemudian mengambil sebuah botol bening berisi setangkai anggrek dari dalam keranjang. Air di dalam botol menjaga sang bunga yang tengah merekah tetap segar.

“Annyeonghaseyo, Bibi,” sapa lelaki ini ramah, seraya menundukkan kepala dengan takjim.

Kemudian menyimpan bunga spesial ini di atas jendela. Namun, orang tua yang dipanggil bibi, sama sekali tak membalas salam. Membisu. Seperti beberapa tahun lalu, saa ia masih duduk di sekolah menengah. Kala menuju padang rumput tempat ia menghabiskan waku sendirian. Ternyata hingga sekarang, perempuan setengah baya yang ia panggil bibi ini, belum juga pulih dari keadaannya. Akhirnya, Sang Wook berpamitan lalu kembali mengayuh sepeda menuju tempat kenangan masa kecilnya.

Bibi yang selalu menatap jauh keluar jendela. Mendongak ke arah langit seakan mengagumi gumpalan awan putih yang berarak. Namun, pancaran kedua bola matanya kosong. Laksana cangkang tanpa isi. Apa sebab ia seperti ini, apa sebetulnya yang adad ala pikirannya, tak seorang pun tahu.

Kesejukan semilir angin yang berhembus sepoi. Selalu membawa jiwa mengapung dalam atmosfir penuh kedamaian. Senyaman dekapan ibu. Obat paling manjur untuk penyakit apa pun, termasuk luka dalam hati. Dia merebahkan diri di atas rerumputan, memandang jauh ke langit cerah kebiruan. Menikmati setiap gerakan gemulai, awan yang menyerupai lembaran sutra.

Ah, perempuan itu. Ibu.

Senyum di wajah anggunnya tergambar di sana, kala Sang Wook memejamkan mata. Andai saja diperbolehkan untuk rapuh. Dia ingin menangis, sekali lagi saja. Agar luka yang menggumpal di dada, turut luruh. Luka yang bertahun tahun tak jua pulih, masih saja terasa perih. Luka tersebab kehilangan yang tiba tiba saja terjadi tanpa sedikit pun persiapan.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Another Story of Ren Yeon Bab 1

Another Story of Ren Yeon Bab2 Part 3

Another Story of Ren Yeon Bab 4 Part 2